PAROKI KRISTUS SALVATOR

SEJARAH

Nama Gereja : Kristus Salvator
Alamat : Jl. Aipds K.S. Tubun No. 128, Slipi, Jakarta 11330
Buku Baptis mulai : 27 Oktober 1968

Pada tanggal 24 Mei 1972 dilakukan pemisahan antara gereja Pejompongan dan Slipi: Pejompongan di Jakarta Pusat memilih nama Kristus Raja, sedangkan Slipi di Jakarta Barat terus memakai nama Kristus Salvator.

Meski paroki Kristus Salvator sudah berdiri secara resmi dan Buku Daftar Permandian (Libro Baptismae) mulai diisi pada tanggal 27 Oktober 1968, namun karena belum memiliki gedung gereja sendiri maka pusat kegiatan masih dilakukan di Pejompongan, yang pada bulan Oktober 1968 sudah memiliki gereja, akan tetapi baru diresmikan sebagai paroki pada bulan Mei tahun 1972.

Pada pertengahan tahun 1969, Pastor Antonius Godefrooy, CICM mengusulkan kepada Bapak Uskup Agung melalui surat tertanggal 23 Oktober 1969 untuk membentuk badan hukum gereja yang lengkap supaya dapat mengurus hak atas tanah yang akan diperoleh. Sebagai respons, Bapak Uskup mengeluarkan surat pengangkatan Pengurus Gereja dan Dana Papa (PGDP) tertanggal 20 Agustus 1970 yang ditandatangani oleh Mgr. Leo Soekoto, SJ.

Pada tahun 1966 umat Katolik yang bermukim di sekitar Slipi hidup dalam suasana menyendiri dan belum akrab satu sama lain sebagai akibat dari pergolakan politik G-30S PKI. Ini berubah ketika ada kejadian penguburan anak tanpa upacara liturgis apapun karena kesulitan mencari imam dan tidak mengenal umat beriman lainnya. Beberapa warga Katolik yang tinggal di Slipi dan sekitarnya mendirikan ikatan kekeluargaan yang dinamakan Ikatan Keluarga Katolik Slipi dalam bulan September 1966 dan diresmikan pada bulan Desember 1966 pada perayaan Natal bersama. Setelah resmi berdiri, Ikatan Keluarga Katolik Slipi dimasukkan ke dalam paroki Grogol. Inilah cikal bakal umat Paroki Slipi.

Umat di seputar Palmerah merayakan misa, termasuk pesta perayaan Natal dan Paskah, di kapel susteran FMM di kompleks sekolah Regina Pacis, Palmerah. “Kapel” sebenarnya adalah ruang tamu dari biara suster-suster FMM di kompleks tersebut dan belakangan dipindahkan ke ruang tunggu poliklinik Santa Maria, karena sudah tidak mampu menampung umat yang hadir.

Pada pertengahan bulan Agustus 1968, Pastor Clemens Schreurs, CICM ditugaskan oleh pimpinan tarekat CICM untuk mencari rumah sebagai guest house di Jakarta. KAJ mensyaratkan bahwa suatu tarekat yang berniat mendirikan rumah bagi mereka sendiri wajib melayani suatu paroki. Uskup Agung Jakarta saat itu, Mgr. Djajasepoetra, SJ menawarkan tiga daerah untuk dipilih: Rawamangun, Pademangan, atau Slipi. Daerah yang dipilih adalah Slipi, karena dekat dengan sekolah Regina Pacis, ada poliklinik yang dikelola oleh suster-suster FMM, yang pernah bekerjasama dengan tarekat CICM di China. Pilihan tarekat CICM atas daerah Slipi disetujui dan disambut oleh Bapak Uskup Agung melalui surat ucapan “Selamat Datang” pada tanggal 31 Agustus 1968.

Sementara itu, upaya-upaya untuk memperoleh tanah dan ijin membangun gereja di seputar Slipi tidak membuahkan hasil yang berarti. Dua kali permohonan ini ditolak oleh Pemda DKI. Baru pada tahun 1971 umat di Slipi dan sekitarnya berhasil membeli bangunan bekas bengkel di Jl. KS Tubun No. 128, yang diubah fungsinya menjadi gereja. Setelah berhasil mengumpulkan dana dan ada pernyataan tidak berkeberatan dari warga sekitarnya secara tertulis, Pemda DKI mengeluarkan ijin untuk menetapkan bangunan tersebut menjadi gereja, melalui surat keputusan no. 456/IB/H.C tanggal 28 Agustus 1972. Pekerjaan renovasi bengkel selesai dan bangunan gereja diresmikan pemakaiannya pada tanggal 1 Oktober 1972 oleh Bapak Uskup Agung Jakarta.

Daya tampung gereja saat itu adalah 500 orang. Seiring dengan pertumbuhan jumlah umat, gereja menjadi terasa sempit walau jam misa ditambah menjadi 5 kali pada hari Sabtu dan Minggu. Pada perayaan-perayaan khusus terpaksa didirikan tenda besar sampai mendekati batas Jalan KS Tubun Raya. Maka, pada Agustus 1982 PGDP berhasil membayar lunas tanah di belakang gereja lama.

Di atas tanah yang baru tersebut diletakkan batu pertama pada tanggal 4 Desember 1983. Pada tanggal 22 Juli 1985 Salib Kristus (Crucifix) yang dibuat dari kayu jati, sumbangan seorang warga paroki dan hasil karya seniman Bali ternama, Ida Bagus Tilem, berhasil dipasang, dan patung Bunda Maria yang menghiasi gua indah dalam gereja adalah hasil karya Bapak Masto Hardjo. Pada tanggal 14 September 1985 gereja baru telah diresmikan pemakaiannya dan keesokan harinya diberkati oleh Bapak Uskup Agung Jakarta, Mgr. Leo Soekoto, SJ, pada tanggal 15 September 1985. Gedung gereja lama tetap digunakan sebagai aula.

Perkembangan aktivitas umat yang semakin tinggi membutuhkan ruang karya pastoral yang makin besar. Sekitar bulan Mei 2003 diperoleh berita bahwa ahli waris pemilik rumah menawarkan tanah dan bangunan yang diapit oleh gereja dan aula kepada Paroki Slipi, sesuai pesan beliau sesaat sebelum tutup usia. Akhirnya tanggal 12 Juli 2005 akte jual beli ditandatangani di depan notaris dan dilunasi, diikuti dengan penyerahan tanah dan bangunan pada tanggal 5 November 2005.